18 Mei 1998
Pada 18 Mei 1998, Harmoko yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPR/MPR periode 1997 – 1999 menyampaikan pidato yang berisi permintaan agar Presiden Soeharto mengundurkan diri secara arif dan bijaksana.
Namun pukul 23.00, Menhankam/Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto menyebut bahwa pernyataan Harmoko tersebut merupakan sikap dan pendapat individual, karena tidak dilakukan melalui mekanisme rapat DPR.
19 Mei 1998
Pada 19 Mei 1998, Soeharto memanggil sembilan tokoh Islam, dimana para tokoh membeberkan situasi yang terjadi mengenai tuntutan masyarakat serta mahasiswa yang menginginkan Soeharto mundur dari jabatannya sebagai Presiden.
Soeharto menegaskan bahwa dirinya tidak mau dipilih lagi menjadi Presiden, namun pernyataan tersebut tidak dapat meredam aksi massa. Bahkan Gedung MPR semakin dipadati oleh mahasiswa yang melakukan unjuk rasa.
20 Mei 1998
Pada 20 Mei 1998, Jalur menuju Lapangan Monumen Nasional diblokade oleh petugas menggunakan pagar kawat berduri. Hal ini dilakukan untuk mencegah massa masuk ke kompleks Monumen Nasional.
Namun pengerahan massa tersebut batal dilakukan sebab pada dini harinya Amien Rais meminta massa untuk mengurungkan agenda karena khawatir kegiatan tersebut akan menelan korban jiwa. Ribuan mahasiswa akhirnya semakin memadati gedung MPR/DPR untuk mendesak Soeharto mundur dari jabatannya.
21 Mei 1998
Akhirnya, pada Kamis, 21 Mei 1998, Soeharto mengumumkan mengundurkan diri dari tampuk kepresidenan di Istana Merdeka pukul 09.05, dan digantikan oleh BJ. Habibie.
Momen runtuhnya era Orde Baru selama 32 tahun itu, dirayakan oleh jutaan masyarakat Indonesia dan disiarkan dimana-mana. Lahirnya reformasi ini juga tidak terlepas dari Tragedi Trisakti yang menjadi salah satu pendorong kuat untuk mengawal perubahan yang diinginkan oleh rakyat Indonesia.
SUKMASARI | DELFI ANA HARAHAP | HENDRIK KHOIRUL MUHID
Pilihan editor: Peristiwa Besar Mengiringi Lengsernya Soeharto, Termasuk 14 Menteri Mundur Bersama-sama