Wacana perubahan bentuk Projo dari organisasi masyarakat ke partai politik ini pertama kali disampaikan oleh Bendahara Umum Dewan Pimpinan Pusat Projo, Panel Barus. Dia menyebut, pembahasan ihwal perubahan bentuk Projo itu akan menjadi salah satu topik yang dibahas dalam Kongres ke-3 mereka. “Bisa jadi ada perubahan bentuk. Nanti kami diskusi,” katanya, Senin, 29 Juli 2024.
Sejarah Projo
Projo merupakan organisasi kemasyarakatan pendukung Joko Widodo dan berstatus resmi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Mulanya Projo merupakan gerakan relawan namun kemudian bertransformasi menjadi ormas berdasarkan Kongres I Projo pada 23 Agustus 2014 di Jakarta.
Dikutip dari buku Menjemput Takdir Sejarah: Tiga Tahun Transformasi Projo Menjadi Ormas, 2014-2017, kata Projo berasal dari Bahasa Sanskerta yang artinya pemerintahan negeri, kerajaan, atau istana. Sedangkan dalam Bahasa Jawa Kawi, Projo artinya rakyat. Sehingga mereka yang mengaku Projo adalah orang-orang yang mencintai negeri dan rakyat.
Sebelum menjadi ormas, Projo didirikan menjelang Pilpres 2014, tepatnya pada 23 Desember 2013. Pendirinya adalah kader PDI Perjuangan dan aktivis mahasiswa 1998. Antara lain Budi Arie Setiadi, Gunawan Wirosaroyo, Suryo Sumpeno, Fahmi Alhabsyi, Jonacta Yani, Firmansyah, serta simpatisan dari paguyuban warga kota-kota di Jawa Tengah yang tinggal di Jakarta.
Pembentukannya untuk mendukung Jokowi maju sebagai capres Pilpres 2014. Budi mengklaim mayoritas kader partai banteng di daerah-daerah mendukung Jokowi capres, bukan cawapres. Namun saat itu malah santer beredar wacana pasangan Mega-Jokowi. Para pemrakarsa Projo yang dulunya juga pendiri Pro Mega 1998 ini berharap Megawati mendengarkan aspirasi mereka soal pencapresan Jokowi.