Direktur Eksekutif SafeNet, Nenden Sekar Arum, mengatakan usulan ini memang pertama kali disampaikan SafeNet kepada Kominfo. Tujuannya, agar dalam penyelesaian sengketa di media sosial terdapat keterlibatan unsur masyarakat, tidak dominan peran pemerintah saja.
Namun, dengan situasi saat ini yang dinilai sudah tak ideal lagi. Nenden berharap Kominfo melakukan peninjauan ulang terhadap usulan tersebut. “Apalagi belum ada komunikasi lagi antara SafeNet dengan Kominfo sejauh ini. Sehingga kami meminta agar dilakukan peninjauan ulang,” kata Nenden kepada Tempo, Senin, 27 Mei 2024.
Situai yang dinilai sudah tak ideal lagi ini, Nenden menjelaskan, ialah situasi manakala DPR menolak usul untuk merevisi Pasal 40 Ayat 2c pada revisi kedua Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang disampaikan SafeNet.
Pun, usulannya adalah untuk memberikan ruang bagi Masyarakat dalam penyelesaian sengketa di media sosial. “Ini mestinya bisa menjadi rujukan pembentukkan DMS,” ucap Nenden.
Dengan masih dominannya unsur pemerintah dalam proses penyelesaian sengketa di media sosial yang diatur pada Pasal 40 Ayat 2c revisi kedua Undang-Undang ITE. Maka, kata Nenden, usulan pembentukkan DMS perlu ditinjau ulang sebagaimana hasil kajian Unesco; Universitas Gadjah Mada; dan Center for Digital Society (CfDS) pada 2022 lalu.
Dalam kajian tersebut, dia menjelaskan, diperlukan adanya keterlibatan Masyarakat sipil dan pihak berkepentingan lain untuk menangani dan menyelesaikan sengketa konten di media sosial yang dinilai bermasalah. “Dengan situasi ini, kami khawatir pembentukkan DMS rawan dikooptasi,” kata dia.
Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat atau ELSAM, Wahyudi Djafar, mengatakan dengan tidak adanya Undang-Undang yang melandasi rencana pembentukkan DMS ini, maka akan pelik rasanya apabila DMS nantinya dibentuk dengan memiliki posisi yang serupa dengan Dewan Pers, yaitu sebagai Lembaga yang independen. “Membentuk lembaga independen itu syaratnya dibentuk oleh Undang-Undang. Jika usulan dalam revisi kedua Undang-Undang ITE saja ditolak, bagaimana bisa dikatakan ini akan independen,” kata Wahyudi.
Memang, dia melanjutkan, usulan untuk membentuk DMS merupakan usul yang dikemukakan oleh SAFEnet kepada Menkominfo. Namun, Wahyudi skeptis apabila Kominfo akan merealisasikan gagasan SAFEnet ihwal pembentukkan DMS sebagaimana konsep yang disajikan dalam kajian Unesco.
Penolakan usulan merevisi Pasal 40 Ayat 2c, menjadi preseden bahwa pembentukkan DMS akan independen. “Pada revisi kedua itu, tidak ada perubahan signifikan pada Pasal 40 Ayat 2c. Saya membaca, revisi itu justru memperkuat kewenangan pemerintah dengan dalih memoderasi konten,” ujar dia.
Wahyudi mengusulkan, sebaiknya Kominfo tak membentuk DMS dengan dalih pengelolaan konten di media sosial yang melibatkan unsur Masyarakat. Dalam upaya mengelola konten agar termoderasi, kata dia, lebih baik dibuat Panel Content di level platform. “Sehingga peran pemerintah hanya menguji. Proses penyelesaian sengketa tetap dilakukan pengguna dan platform. Ini tentu minim dari intervensi saat harus dilakukan pemutusan akses terhadap konten yang dianggap bermasalah,” ucap dia.
Iklan