Kegiatan ini juga didukung oleh media nasional seperti Kompas.com, Detik.com, Metro TV, serta platform digital…
Soal Kebijakan Cukai Minuman Berpemanis, Menkes: Belum Dibahas
CISDI, kata Yurdhina, mendorong pemerintah untuk bisa mengenakan tarif cukai MBDK minimal sebesar 20 persen. Dengan menerapkan cukai MBDK yang setara dengan kenaikan harga jual sebesar 20 persen, hal tersebut akan mendorong penurunan konsumsi minuman berpemanis sekaligus menambah penerimaan negara.
“Mendorong penurunan konsumsi hingga 17,5 persen serta menghasilkan tambahan penerimaan negara hingga 3,6 triliun rupiah per tahun,” kata Yurdhina.
Selain itu, menurut Yurdhina, cukai rokok bisa menjadi peluang pemerintah menambah pendapatan. Hanya, pemerintah justru memutuskan untuk tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau atau cukai rokok mulai 2025.
Sebelumnya dalam rincian anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2024, pemerintah menargetkan penerimaan sebesar Rp 4,389 triliun dari cukai MBDK. Sementara itu, pada September 2024 lalu, Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR menyerahkan usulan penerapan cukai MBDK sebesar 2,5 persen yang telah diterima oleh Kementerian Keuangan.
Menurut Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Askolani, usulan tersebut akan dipertimbangkan oleh pemerintah lewat beberapa aspek sebelum akhirnya diterapkan pada tahun 2025 mendatang. Askolani menyebut, pemerintah akan melihat apakah kondisi di tahun depan memungkinkan untuk menerapkan cukai MBDK atau tidak.
Penerapan cukai MBDK didasari lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan yang terbit pada 26 Juli 2024. Pasal 194 ayat 4 dalam regulasi tersebut menyatakan, pemerintah pusat dapat mengenakan cukai terhadap pangan olahan tertentu sesuai dengan ketentuan. Namun, aturan teknis terkait cukai MBDK tidak akan menjadi urusan Kementerian Kesehatan, melainkan Kementerian Keuangan.
Vendro Immanuel G berkontribusi dalam tulisan ini