Meski begitu, Habiburokhman mengklaim DPR telah mengakomidir putusan MK. Khususnya untuk memenuhi hak partai-partai yang tidak mempunyai kursi DPRD untuk mengusung calon kepala daerah.
Habiburokhman menyebut putusan MK soal syarat pencalonan kepala daerah telah menimbulkan kegaduhan. Sebab, putusan MK menurunkan ambang batas Pilkada untuk semua partai politik, baik yang memiliki kursi DPRD atau tidak.
“Di sisi lain, kita merestorasi kerusakan yang timbul akibat kegaduhan politik beberapa hari ini akibat adanya penyamarataan membabi buta antara partai peraih kursi dengan partai yang tidak meraih kursi di DPRD,” kata dia.
Dalam Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024, MK mengabulkan sebagian gugatan dari Partai Buruh dan Partai Gelora soal UU Pilkada. Dalam putusannya, MK menyebut partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon kepala daerah walaupun tidak memiliki kursi di DPRD.
MK memutuskan ambang batas Pilkada akan ditentukan perolehan suara sah partai politik atau gabungan partai politik yang dikaitkan dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 di masing-masing daerah. Ada empat klasifikasi besaran suara sah yang ditetapkan MK, yaitu; 10 persen, 8,5 persen, 7,5 persen dan 6,5 persen, sesuai dengan besaran DPT di daerah terkait.
Dalam RUU Pilkada yang dibahas Baleg hari ini, ketentuan tersebut ditentukan berlaku hanya untuk partai politik yang tidak memiliki kursi DPRD. Sementara partai yang mendapatkan kursi DPRD tetap menggunakan ketentuan ambang batas lama, yaitu minimal perolehan 20 persen kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi total suara di Pemilu DPRD daerah terkait.